RobohnyaSurau Kami adalah sebuah kumpulan cerpen sosio-religi karya A.A. Navis. Cerpen ini pertama kali terbit pada tahun 1956, yang menceritakan dialog Tuhan dengan Haji Saleh, seorang warga Negara Indonesia yang selama hidupnya hanya beribadah dan beribadah. Cerpen ini dipandang sebagai salah satu karya monumental dalam dunia sastraKompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. “Robohnya Surau Kami” ini bercerita tentang seorang kakek yang hidupnya dihabiskan sebagai seorang penjaga surau Garin. Namun, karena suatu peristiwa, kakek penjaga surau itu meninggal bunuh diri dengan sangat mengenaskan. Penyebab tertekannya kondisi psikologis dari kakek penjaga surau itu sehingga nekat bunuh diri hanyalah sebuah cerita dari Ajo Sidi yang sedikit banyak sangat menyentuh kakek awalnya, surau yang dijaga oleh kakek adalah sebuah surau yang sangat teduh dan nyaman untuk bersembahyang. Keadaan begitu terbalik saat kakek penjaga surau itu telah meninggal dunia. Surau tersebut menjadi sebuah surau tua yang tidak lagi terawat dan sangat usang. Surau itu berubah menjadi tempat bermain anak-anak, dan yang lebih parah, bilik serta lantai kayu surau itu dijadikan sebagai persediaan kayu bakar bagi penduduk sekitar. Hal tidak mengenakkan ini berawal dari cerita Ajo Sidi tentang seorang yang di dunia taat beragama, yaitu Haji cerita Ajo Sidi, Haji Saleh adalah seorang yang taat menjalankan agama. Pada saat meninggal dunia, Haji Saleh serta orang-orang lainnya sedang menunggu giliran di akhirat untuk menerima penghakiman Tuhan untuk dimasukkan ke neraka atau ke surga. Saat gilirannya tiba, Haji Saleh tanpa rasa takut menjawab pertanyaan Tuhan tentang apa saja yang dilakukannya di dunia pada masa hidupnya. Haji Saleh dengan percaya diri berkata bahwa pada saat ia hidup di dunia, yang dilakukannya adalah memuji dan menyembah Tuhan, serta menjalankan ajaran agama dengan taat. Namun, Tuhan tidak memasukkan Haji Saleh ke surga, melainkan ke neraka. Di neraka, Haji Saleh bertemu juga dengan teman-temannya di dunia yang ibadahnya juga tidak kurang dari dirinya, bahkan ada juga orang yang sampai bergelar syekh. Akhirnya, karena tidak terima dengan keputusan Tuhan, orang-orang di neraka yang menganggap dirinya tidak pantas dimasukkan ke neraka itu melakukan aksi unjuk rasa kepada Tuhan. Haji Saleh yang menjadi pemimpin dan pembicara bagi mereka. Sekali lagi, Tuhan menanyakan kepada mereka apa yang telah mereka lakukan di dunia. Mereka menjawab bahwa mereka semua adalah warga negara Indonesia yang taat beragama dan negaranya sangat kaya akan sumber daya alam, namun hasilnya sering di ambil oleh pihak asing. Lalu Tuhan menjawab kepada mereka, bahwa mereka semua hanya mementingkan diri mereka sendiri, karena selama hidup mereka hanya berdoa dan menyembah-Nya, tetapi tidak mempedulikan keadaan sekitar, sehingga banyak kekayaan negara mereka sendiri yang diambil oleh pihak asing, sedangkan anak cucu mereka sendiri hidupnya cerita Ajo Sidi itu, mungkin kakek penjaga surau itu merasa tersinggung dan terpukul. Karena selama hidupnya, kakek itu hanya menyembah dan memuji Tuhan, sampai-sampai tidak memiliki istri serta anak cucu. Kakek itu kemudian merasa marah dan tertekan lalu akhirnya memutuskan untuk bunuh Unsur-Unsur IntrinsikSebenarnya dari sinopsis di atas kita telah dapat menangkap secara jelas tema cerita dari “Robohnya Surau Kami” ini. Tema dari cerita ini adalah hidup yang dikehendaki Tuhan. Hidup yang dikehendaki Tuhan bukan saja hidup dengan menyembah dan memuji nama-Nya terus menerus dan menjalankan perintah agama dengan baik, melainkan juga hidup yang peka dengan keadaan sekitar. Karena beribadah saja tidaklah cukup. Beribadah harus dibarengi dengan kerja keras dan peduli akan keadaan sekitar khususnya anak cucu, keluarga, serta semua orang di sekitar yang kita ketahui bersama, bahwa menyembah dan memuji Tuhan serta nemnjalankan ajaran agama dengan taat bukanlah hal yang salah. Namun, terkadang manusia menjalankan ibadah dengan baik hanya supaya dirinya dapat masuk ke surga pada saat ia meninggal dunia. Hal tersebut sebenarnya adalah pemikiran yang sangat egois, dan dalam cerita “Robohnya Surau Kami” ini, Tuhan tidak suka akan manusia yang hidupnya hanya mementingkan diri sendiri. “Imbangilah ibadahmu yang baik dengan kerja keras untuk menyejahterakan hidupmu serta hidup keluarga, saudara, dan semua orang disekitarmu”, mungkin itulah pesan yang ingin disampaiakan oleh penulis melalui cerpen “Robohnya Surau Kami” karya Navis ini bersetting tempat di sebuah desa kecil, dimana dalam desa tersebut terdapat sebuah surau yang awalnya sangat teduh dan nyaman untuk beribadah, namun kini menjadi sangat usang karena telah ditinggalkan oleh sang penjaga surau. Keusangan surau itu melambangkan kemasabodohan manusia yang tidak mau lagi memelihara apa yang tidak dijaga lagi, seperti dalam kutipan cerpen berikut“Jika tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di dalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya. Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi.”Selain itu, cerpen ini juga bersetting tempat di akhirat dan neraka. Akhirat adalah tempat dimana Haji Saleh menunggu gilirannya untuk diadili Tuhan dalam cerita Ajo Sidi. Dan neraka adalah tempat bertemunya Haji Saleh dengan orang-orang yang taat beribadah lainnya, sehingga mereka melakukan unjuk rasa kepada Tuhan karena merasa tidak terima diri mereka dimasukkan ke segi penokohan, cerpen ini memuat tokoh-tokoh yang cukup sederhana namun dapat menunjukkan kekuatan dan ciri karakter tokohnya masing-masing. Terdapat empat tokoh yang muncul dalam cerpen ini, yaitu kakek, aku, Ajo Sidi, Haji Saleh, istri tokoh aku, dan istri Ajo adalah tokoh utama protagonis dalam cerpen ini. Tokoh kakek digambarkan sebagai seorang tua penjaga surau yang sangat taat dalam menjalankan ajaran agama. Ia memberikan seluruh hidupnya hanya untuk beribadah dan menjaga surau tersebut. Kakek adalah orang yang sangat sederhana dan tidak pernah hidup berlebihan. Kehidupannya hanya ditopang dengan pemberian sukarela dari penduduk setempat ataupun yang berkunjung ke surau yang dijaganya itu. Namun sayang, tokoh kakek memiliki kondisi psikologis yang kurang kuat. Saat Ajo Sidi menceritakan cerita tentang Haji Saleh, tokoh kakek langsung hancur keteguhan hatinya. Kakek merasa bahwa semua yang dikorbankannya dalam hidupnya hanya untuk beribadah, menurut cerita Ajo Sidi, semuanya tidaklah benar-benar sesuai dengan kehendak Tuhan. Tokoh kakek yang merasa semua pengorbanannya tidak berguna, merasa marah kepada Ajo Sidi, walaupun kakek menyangkalnya saat ditanya oleh tokoh aku. Namun menurut saya sendiri, tokoh kakek sebenarnya marah kepada dirinya sendiri, karena ia ternyata telah salah. Kakek mengorbankan hidupnya untuk sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu dikehendaki oleh Tuhan. Sehingga akhirnya kakek memutuskan untuk bunuh terdapat tokoh aku yang berkedudukan sebagai deutragonis tokoh yang berpihak pada protagonis. Tokoh aku ini memiliki kepribadian yang menurut saya masih sangat kekanak-kanakan. Ia memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar dan masih cenderung mengikuti emosinya saat bertindak dan berpikir, tanpa menimbang masak-masak mana yang seharusnya dilakukan atau dan tidak dilakukan. Misalnya saat mendengar berita bahwa kakek telah meninggal, tokoh aku secara emosional langsung menganggap bahwa Ajo Sidi-lah yang bersalah, seperti terlihat dalam kutipan dialog antara berikut“Ya. Tadi subuh kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang sangat mengerikan sekali. Ia menggorok lehernya sendiri dengan pisau cukur”“Astaga! Ajo Sidi punya gara-gara,” kataku seraya cepat-cepat meninggalkan istriku yang selanjutnya yang muncul dalam cerita ini adalah Ajo Sidi. Ajo Sidi merupakan tokoh antagonis dalam cerita ini. Ia yang menceritakan kisah tentang Haji Saleh yang membuat kakek sangat terpukul dan akhirnya bunuh diri. Ajo Sidi sebenarnya memiliki watak yang baik, yakni sering mengingatkan para tokoh masyarakat yang hidupnya dirasa kurang baik. Ajo Sidi suka menyindir orang lain dengan menggunakan cerita-cerita perumpamaan. Banyak pula masyarakat yang terpengaruh oleh ceritanya, karena dianggap sangat “mengena”.Haji Saleh merupakan tokoh rekaan dari Ajo Sidi. Ajo Sidi menggunakan karakter Haji Saleh untuk menggambarkan orang-orang yang telah merasa dirinya adalah orang yang sangat dikehendaki oleh Tuhan, banyak pahala, dan telah melaksanakan semua ajaran agama dengan taat. Hal itu membuat Haji Saleh bersikap sombong pada saat menunggu pengadilan Tuhan. Ia mencibir kepada orang-orang yang dimasukkan ke neraka, dan melambai senang kepada orang yang masuk ke surga. Padahal, dirinya sendiri dimasukkan ke neraka oleh Tuhan karena hidupnya dianggap terlalu egois dan tidak memedulikan kesejahteraan orang-orang selanjutnya yang terdapat dalam cerita ini adalah istri dari tokoh aku serta istri dari Ajo Sidi. Namun, kehadiran dua tokoh itu tidak terlalu penting dalam cerita ini, karena kehadirannya yang hanya sebagai pelengkap dan hanya muncul sebentar di dalam cerita ini, sehingga saya tidak akan cerita ini memiliki alur maju mundur. Hal ini terjadi karena dipertengahan cerita, tokoh kakek menceritakan kembali tentang kejadian Ajo Sidi yang bercerita tentang Haji umum, cerpen “Robohnya Surau Kami” karya Navis ini memiliki cerita yang sangat unik dan menarik. Cerita ini dikemas secara sederhana, namun penuh makna dan kritik atas kehidupan manusia pada jaman modern ini. Di mana manusia berlomba-lomba untuk memnuhi kepentingannya sendiri, bahkan dalam masalah agama. Manusia menjalankan agamanya dengan baik dan taat hanya agar dirinya dapat masuk surga. Manusia memuji Tuhannya tidak lagi dengan hati yang tulus karena mencintai-Nya, melainkan hanya agar memperoleh pahala dan semakin mudah jalannya untuk masuk ke surga. Sangat mengenaskan dan memprihatinkan memang, tapi itulah kenyataan pada masa kini yang berhasil ditangkap oleh Navis dan dituangkankannya ke dalam cerita ini. Lihat Bahasa Selengkapnya
ringkasan unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen robohnya surau kami ROBOHNYA SURAU KAMI RINGKASAN : Di suatu tempat ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Hanya karena seseorang yang datang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat, surau itu hingga kini masih tegak berdiri. Orang itulah yang merawat
Kakek, begitu orang-orang di kampung itu adalah seorang garin di sebuah surau tua. Kakek hidup seorang diri,tanpa istri,anak,dan sanak adalah muslim yang taat. Hidupnya selalu diisi dengan beribadah. Sebagai garin, beliau tidak mendapatkan imbalan apa-apa. Beliau hidup dari hasil sedekah yang dikumpulkannya tiap Jum’ enam bulan, beliau memperoleh hasil pemunggahan ikan di kolam dekat surau. Setiap Lebaran, ia mendapat zakat fitrah dari orang-orang sekitar. Selain itu, Kakek juga ahli mengasah karena itu, banyak orang minta tolong pada Kakek untuk mengasahkan pisau dengan memberi sedikit imbalan. Begitulah kehidupan Kakek selama bertahun-tahun. Sampai pada suatu hari, beliau dikunjungi oleh seorang pembual terkenal di kampung itu,Ajo Sidi. Ajo Sidi membual tentang seseorang yang setiap hari hanya beribadah saja,tanpa memperhatikan kehidupan di akhirat,Tuhan memasukkannya ke neraka karena perbuatannya itu. Tentu saja Kakek merasa amat tersinggung mendengar bualan itu. Kakek sangat marah,namun ditahannya kemarahan itu. Sayang,keesokan harinya,Kakek ditemukan tewas bunuh diri di surau. Ajo Sidi yang mengetahui peristiwa tersebut malah bersikap acuh tak acuh. Beliau hanya berpesan agar jenazah Kakek dilapisi kain kafan sebanyak tujuh lapis. Setelah itu, Ajo Sidi berangkat kerja. Bertahun-tahun setelah kematian Kakek,surau itu menjadi tidak terurus. Bahkan, para perempuan yang membutuhkan kayu bakar mencopoti papan surau itu pada malam hari. Anak-anak di kampung itu pun sering bermain-bermain di dalam surau itu,menambah lapuknya kayu-kayu di tempat yang dulu dianggap orang-orang tempat suci itu. Cerita pendek ini menceritakan tentang Ompi,seorang pensiunan klerk di kantor Residen. Beliau sangat menyayangi anak semata wayangnya, Indra Budiman. Beliau begitu berharap agar sang anak suatu hari menjadi orang sukses. Menjadi dokter,atau paling tidak menjadi insinyur. Begitulah harapan dan mimpinya selalu. Ketika Indra Budiman berangkat ke Jakarta untuk meneruskan sekolahnya di SMA,Ompi merasa yakin bahwa mimpi-mimpinya itu akan segera tercapai. Apalagi,setiap penerimaan rapor, Indra Budiman selalu mengirimkan rapor dengan nilai-nilai yang sangat mampu menamatkan sekolahnya hanya dalam waktu dua tahun dengan nilai yang sangat memuaskan,kemudian melanjutkan pendidikannya untuk menjadi dokter. Bertambah giranglah hati Ompi. Namun, kegembiraan hati Ompi itu hanyalah angan-angan semu. Sebenarnya,sang anak telah rusak karena pergaulan di Jakarta. Selama ini, Indra Budiman telah membohongi sang ayah dengan surat-surat,nilai-nilai rapor,dan ijazah palsu. Tentu saja, orang-orang kampung mengetahui prilaku Indra Budiman di rantau sana. Mereka berusaha memberitahu Ompi tentang hal itu,namun Ompi tidak percaya. Beliau malah memaki orang yang mengabarkan berita itu. Akhirnya,orang-orang kampung di Jakarta sana memutuskan untuk berbohong tentang keadaan Indra Budiman yang sebenarnya ketika mereka pulang kampung dan ditanyai oleh Ompi. Mereka malah mengabarkan bahwa Indra Budiman adalah anak yang rajin dan juga disukai oleh banyak gadis. Mendengar itu, bertambah gembiralah hati Ompi dengan berita-berita bohong itu. Beliau membangga-banggakan anaknya kepada gadis-gadis kampung. Beliau bahkan marah apabila ada orang tua yang mengawinkan anak gadis cantiknya dengan pria lain tanpa mempedulikan anaknya terlebih dahulu. Dalam suratnya, Ompi mengabarkan bahwa sudah banyak gadis yang ingin melamarnya. Sang anak malah percaya dengan kabar ayahnya itu. Ia lupa bahwa hidup bejatnya telah diketahui oleh seluruh orang kampung,kecuali ayahnya,tentu saja. Ia malah meminta ayahnya untuk mengirimkan foto gadis yang ingin itu, panggung sandiwara pun berubah. Sekarang sang ayah yang membohongi anaknya. Ia mengirimkan foto gadis-gadis cantik, baik yang belum menikah ataupun sudah, baik yang masih hidup,ataupun sudah meninggal. Namun,setelah beberapa lama, surat-surat dari Indra Budiman tak pernah datang lagi. Ompi menjadi gelisah. Beliau mengirimkan surat lagi kepada anaknya. Dikirimnya dan dikirimnya terus,namun tak pernah ada balasan. Suatu hari, datanglah Pak Pos mengantarkan surat-surat untuk Ompi. Betapa gembira hati Ompi. Sayang, ternyata surat-surat itu adalah surat-surat yang dikirimnya dulu. Sejak itu, Ompi jatuh setiap hari, pada pukul empat sampai pukul lima sore, Ompi selalu seperti orang sehat. Beliau duduk di teras sambil menantikan Pak Pos. Malangnya, Pak Pos tak kunjung mengantarkan surat untuk beliau. Ompi semakin bertambah sakit,lumpuh. Sejak itu, ia hanya bisa berbaring di tempat tidur. Suatu hari,pukul sebelas pagi,Pak Pos datang. Bukan mengantar surat,tapi mengantar telegram. Entah mengapa,Ompi yang ketika itu lumpuh bisa berdiri dan berjalan mendekati Pak Pos. Beliau merasa sangat bahagia. Beliau yakin bahwa isi telegram itu adalah kabar bahwa Indra Budiman telah lulus dan menjadi telegram itu mengabarkan bahwa Indra Budiman telah tidak mau membaca isi telegram itu. Ompi takut ia akan mati karena terlalu bahagia membaca telegram itu. Ia malah menciumi telegram itu dengan penuh sayangSeorang kakek tua mendapat kiriman surat dari anak semata wayangnya. Dalamsuratnya, sang anak meminta ayahnya untuk berkunjung ke rumahnya. Sang anak mengabarkan bahwa ia telah berkeluarga dan memiliki dua orang anak. Tentu tak terkira senang hati orang tua itu. Betapa tidak, anak yang dulu telah dibuangnya sia-sia malah mengundangnya untuk datang. Sedikit rasa malu dan sesal menyelinap dalam hatinya,mengingat masa lalunya yang kelam. Dulu,ketika anaknya,Masri,masih berumur tiga tahun,sang istri meninggal dunia. Betapa sedihnya hati orang tua itu. Ia merasa sangat kesepian. Akhirnya, beliau memutuskan untuk menikah lagi. Namun,rumah tangga barunya tidak berjalan harmonis. Ia masih terkenang juga akan istri lamanya yang tercinta. Hal tersebut memicu konflik berkepanjangan. Hingga akhirnya,beliau menceraikan istri keduanya. Padahal, sang istri sedang mengandung. Setelah bercerai, orang tua itu menikah lagi. Lalu bercerai lagi. Menikah lagi,bercerai lagi. Sampai akhirnya, orang tua itu bosan menikah. Beliau akhirnya melakukan perbuatan terlarang dengan banyak wanita bayaran. Perbuatan orang tua itu akhirnya diketahui oleh Masri. Namun,beliau malah marah dan mengusir sang anak. Sang anak pun pergi dan tak pernah kembali. Setelah kepergian sang anak, orang tua itu merasa sangat menyesal. Beliau pun menjual seluruh harta kekayaannya dan mewakafkannya pada orang banyak. Kemudian beliau pergi ke dusun yang jauh dan tinggal di masjid. Beliau menghabiskan hidupnya dengan beribadah,sambil terus berusaha untuk mengajak masyarakat di dusun itu hidup dengan damai. Begitu terus selama bertahun-tahun. Sampai suatu hari, orang tua itu menerima surat dari sang anak,memintanya untuk datang ke rumah sang anak. Hatinya merasa ragu. Beliau merasa sangat malu. Sampai empat kali, surat itu terus datang,berisi permintaan yang sama. Tak satupun dibalasnya surat-surat itu. Akhirnya,setelah berpikir sekian lama, orang tua itu pun memutuskan untuk memenuhi permintaan sang anak. Dibuangnya semua rasa malu dan takut. Yang beliau harapkan kini hanyalah maaf dari sang anak. Namun, alangkah terkejutnya beliau ketika tiba di depan rumah sang anak. Mantan istrinya yang kedua,Iyah, yang telah diceraikan dan diusirnya ketika masih mengandung dulu, berdiri berkacak pinggang menyambutnya dengan muka masam. Iyah mengatainya dengan perkataan yang menyakitkan hati. Karena tak ingin bertengkar di rumah anaknya, orang tua itu menahan segala marah dan kesombongannya. Namun,akhirnya beliau dipersilakan masuk dengan terpaksa oleh Iyah. Kemudian, Iyah kembali mencercanya dengan berbagai macam sindiran. Sampai akhirnya, terungkaplah rahasia bahwa Arni,menantuny itu, adalah anak kandungnya. Artinya Masri dan Arni bersaudara. Orang tua itu terkejut dan meminta agar mereka segera diberitahu dan sesegera mungkin bercerai. Iyah tak mengizinkan. Iyah rela dirinya menanggung dosa demi kebahagiaan Masri dan Arni. Mereka berdebat cukup lama. Sampai akhirnya, orang tua itu memutuskan untuk mengalah,membiarkan anak-anaknya hidup dalam kebahagiaan. Beliau pun pergi dengan membawa dosa yang terjadi karena dosa yang diperbuatnya pada masa lalu Cerita pendek ini menceritakan tentang seorang anak yatim piatu bernama Maria. Ia tinggal bersama etek-nya,Mak Pasah, di sebuah rumah di tepi bandar. Maria selalu disiksa oleh Mak Pasah. Setiap hari, terdengar jeritan-jeritan Maria dari rumah itu. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Mak Pasah membuat kue-kue. Ia menyuruh Maria untuk menjajakannya keliling kampung. Kue-kue Mak Pasah itu sebenarnya tidak enak. Namun orang-orang selalu membelinya karena mereka tahu,bila dagangannya tidak terjual habis, Maria akan dipukuli setengah mati. Sementara itu, di belakang rumah Maria,di seberang bandar, terdapat keluarga kecil yang bahagia. Keluarga itu memiliki seorang anak laki-laki. Anak laki-laki itu cukup dekat dengan Maria. Ia terkadang bercakap-cakap dan bermain-main dengan Maria. Tentu saja, sehabis bermain-main, Maria selalu dipukuli oleh Mak Pasah. Oleh karena itu,sang ibu sering melarang anaknya untuk bermain-main dengan Maria. Pada hari ulang tahunnya, anak laki-laki itu dibotaki kepalanya licin-licin. Memang,Ibu sang anak mempunyai kebiasaan membotaki kepala sang anak setiap kali sang anak berulang tahun. Kebiasaan itu terjadi sejak sang anak berumur satu tahun. Setelah dibotaki, sang anak merasa sangat senang. Ia berlari dengan riang gembira,tanpa menyadari keadaan sengaja,ia menyenggol bubur delima Maria yang saat itu datang melihat pembotakan anak laki-laki itu. Tentu saja Maria anak laki-laki itu membujuknya agar setelah sang ayah datang mereka akan mengganti bubur itu. Setelah dibujuk beberapa lama, akhirnya Maria pulang. Saat sang ayah pulang, sang ibu segera pergi ke rumah Maria untuk mengantarkan uang ganti kerugian. Anak laki-laki itu ikut di pintu dapur Mak Pasah,mereka melihat genangan air. Namun, Maria tak ada di sana. Yang muncul hanyalah Mak Pasah,. Ia tertawa-tawa senang. Anak laki-laki itu merasa sangat curiga. Apalagi, malam sebelumnya, anak itu bermimpi Maria disirami air panas oleh hantu-hantu yang mengerikan. Namun, keesokan harinya,anak itu dibawa pergi berlibur ke kota kelahiran sang ayah. Ia lupa akan kejadian tersebut. Ketika kembali, barulah ia tahu bahwa Maria sudah meninggal dunia. Mendengar kabar kematian Maria,sang anak jatuh sakit. Ia merasa bahwa ialah yang menyebabkan Maria meninggal. Sejak kematian Maria, Mak Pasah masih tetap berjualan kue. Ia mencari anak semang lain. Namun,orang-orang tak lagi membeli kue Mak Pasah karena memang kuenya tidak enak. Gagal menjadi pembuat kue, Mak Pasah beralih berdagang emas. Akhirnya,ia menjadi kaya dan menikah dengan lelaki muda. Namun, tiba-Seorang kakek tua mendapat kiriman surat dari anak semata wayangnya. Dalamsuratnya, sang anak meminta ayahnya untuk berkunjung ke rumahnya. Sang anak mengabarkan bahwa ia telah berkeluarga dan memiliki dua orang anak. Tentu tak terkira senang hati orang tua itu. Betapa tidak, anak yang dulu telah dibuangnya sia-sia malah mengundangnya untuk datang. Sedikit rasa malu dan sesal menyelinap dalam hatinya,mengingat masa lalunya yang kelam. Dulu,ketika anaknya,Masri,masih berumur tiga tahun,sang istri meninggal dunia. Betapa sedihnya hati orang tua itu. Ia merasa sangat kesepian. Akhirnya, beliau memutuskan untuk menikah lagi. Namun,rumah tangga barunya tidak berjalan harmonis. Ia masih terkenang juga akan istri lamanya yang tercinta. Hal tersebut memicu konflik berkepanjangan. Hingga akhirnya,beliau menceraikan istri keduanya. Padahal, sang istri sedang mengandung. Setelah bercerai, orang tua itu menikah lagi. Lalu bercerai lagi. Menikah lagi,bercerai lagi. Sampai akhirnya, orang tua itu bosan menikah. Beliau akhirnya melakukan perbuatan terlarang dengan banyak wanita bayaran. Perbuatan orang tua itu akhirnya diketahui oleh Masri. Namun,beliau malah marah dan mengusir sang anak. Sang anak pun pergi dan tak pernah kembali. Setelah kepergian sang anak, orang tua itu merasa sangat menyesal. Beliau pun menjual seluruh harta kekayaannya dan mewakafkannya pada orang banyak. Kemudian beliau pergi ke dusun yang jauh dan tinggal di masjid. Beliau menghabiskan hidupnya dengan beribadah,sambil terus berusaha untuk mengajak masyarakat di dusun itu hidup dengan damai. Begitu terus selama bertahun-tahun. Sampai suatu hari, orang tua itu menerima surat dari sang anak,memintanya untuk datang ke rumah sang anak. Hatinya merasa ragu. Beliau merasa sangat malu. Sampai empat kali, surat itu terus datang,berisi permintaan yang sama. Tak satupun dibalasnya surat-surat itu. Akhirnya,setelah berpikir sekian lama, orang tua itu pun memutuskan untuk memenuhi permintaan sang anak. Dibuangnya semua rasa malu dan takut. Yang beliau harapkan kini hanyalah maaf dari sang anak. Namun, alangkah terkejutnya beliau ketika tiba di depan rumah sang anak. Mantan istrinya yang kedua,Iyah, yang telah diceraikan dan diusirnya ketika masih mengandung dulu, berdiri berkacak pinggang menyambutnya dengan muka masam. Iyah mengatainya dengan perkataan yang menyakitkan hati. Karena tak ingin bertengkar di rumah anaknya, orang tua itu menahan segala marah dan kesombongannya. Namun,akhirnya beliau dipersilakan masuk dengan terpaksa oleh Iyah. Kemudian, Iyah kembali mencercanya dengan berbagai macam sindiran. Sampai akhirnya, terungkaplah rahasia bahwa Arni,menantuny itu, adalah anak kandungnya. Artinya Masri dan Arni bersaudara. Orang tua itu terkejut dan meminta agar mereka segera diberitahu dan sesegera mungkin bercerai. Iyah tak mengizinkan. Iyah rela dirinya menanggung dosa demi kebahagiaan Masri dan Arni. Mereka berdebat cukup lama. Sampai akhirnya, orang tua itu memutuskan untuk mengalah,membiarkan anak-anaknya hidup dalam kebahagiaan. Beliau pun pergi dengan membawa dosa yang terjadi karena dosa yang diperbuatnya pada masa lalu Cerita pendek ini menceritakan tentang seorang anak yatim piatu bernama Maria. Ia tinggal bersama etek-nya,Mak Pasah, di sebuah rumah di tepi bandar. Maria selalu disiksa oleh Mak Pasah. Setiap hari, terdengar jeritan-jeritan Maria dari rumah itu. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Mak Pasah membuat kue-kue. Ia menyuruh Maria untuk menjajakannya keliling kampung. Kue-kue Mak Pasah itu sebenarnya tidak enak. Namun orang-orang selalu membelinya karena mereka tahu,bila dagangannya tidak terjual habis, Maria akan dipukuli setengah mati. Sementara itu, di belakang rumah Maria,di seberang bandar, terdapat keluarga kecil yang bahagia. Keluarga itu memiliki seorang anak laki-laki. Anak laki-laki itu cukup dekat dengan Maria. Ia terkadang bercakap-cakap dan bermain-main dengan Maria. Tentu saja, sehabis bermain-main, Maria selalu dipukuli oleh Mak Pasah. Oleh karena itu,sang ibu sering melarang anaknya untuk bermain-main dengan Maria. Pada hari ulang tahunnya, anak laki-laki itu dibotaki kepalanya licin-licin. Memang,Ibu sang anak mempunyai kebiasaan membotaki kepala sang anak setiap kali sang anak berulang tahun. Kebiasaan itu terjadi sejak sang anak berumur satu tahun. Setelah dibotaki, sang anak merasa sangat senang. Ia berlari dengan riang gembira,tanpa menyadari keadaan sengaja,ia menyenggol bubur delima Maria yang saat itu datang melihat pembotakan anak laki-laki itu. Tentu saja Maria anak laki-laki itu membujuknya agar setelah sang ayah datang mereka akan mengganti bubur itu. Setelah dibujuk beberapa lama, akhirnya Maria pulang. Saat sang ayah pulang, sang ibu segera pergi ke rumah Maria untuk mengantarkan uang ganti kerugian. Anak laki-laki itu ikut di pintu dapur Mak Pasah,mereka melihat genangan air. Namun, Maria tak ada di sana. Yang muncul hanyalah Mak Pasah,. Ia tertawa-tawa senang. Anak laki-laki itu merasa sangat curiga. Apalagi, malam sebelumnya, anak itu bermimpi Maria disirami air panas oleh hantu-hantu yang mengerikan. Namun, keesokan harinya,anak itu dibawa pergi berlibur ke kota kelahiran sang ayah. Ia lupa akan kejadian tersebut. Ketika kembali, barulah ia tahu bahwa Maria sudah meninggal dunia. Mendengar kabar kematian Maria,sang anak jatuh sakit. Ia merasa bahwa ialah yang menyebabkan Maria meninggal. Sejak kematian Maria, Mak Pasah masih tetap berjualan kue. Ia mencari anak semang lain. Namun,orang-orang tak lagi membeli kue Mak Pasah karena memang kuenya tidak enak. Gagal menjadi pembuat kue, Mak Pasah beralih berdagang emas. Akhirnya,ia menjadi kaya dan menikah dengan lelaki tahu isi telegram yang sebenarnya,juga kebohongan-kebohongan yang telah dirangkai dengan manis oleh Indra Budiman,anak semata wayangnya. Orang-orang tua, tentu saja,gemar memberi nasihat. Seperti halnya pada tokoh orang tua dalam cerpen Navis ini. Ketika Hasibuan,seorang anak muda yang tinggal menumpang di kamar depannya meminta nasihat,beliau dengan senang hati memberikan nasihatnya yang berharga. Hasibuan menceritakan bahwa ia bertemu gadis desa di bus dalam perjalanan ke kantor pagi bercakap-cakap sebentar,tentunya tentang hal-hal yang tidak berarti. Namun,ketika akan berpisah, gadis tersebut tak mau ditinggalkan. Akhirnya Hasibuan menitipkan gadis itu pada kenalannya di tepi kota dan berjanji menemui gadis tersebut keesokan harinya. Orang tua itu pun memberikan nasihat untuk tidak menemui gadis tersebut karena beliau yakin bahwa gadis itu kurang waras. Esoknya,saat makan siang sepulang kerja,orang tua itu pun bertanya pada Hasibuan tentang gadis Seorang kakek tua mendapat kiriman surat dari anak semata wayangnya. Dalamsuratnya, sang anak meminta ayahnya untuk berkunjung ke rumahnya. Sang anak mengabarkan bahwa ia telah berkeluarga dan memiliki dua orang anak. Tentu tak terkira senang hati orang tua itu. Betapa tidak, anak yang dulu telah dibuangnya sia-sia malah mengundangnya untuk datang. Sedikit rasa malu dan sesal menyelinap dalam hatinya,mengingat masa lalunya yang kelam. Dulu,ketika anaknya,Masri,masih berumur tiga tahun,sang istri meninggal dunia. Betapa sedihnya hati orang tua itu. Ia merasa sangat kesepian. Akhirnya, beliau memutuskan untuk menikah lagi. Namun,rumah tangga barunya tidak berjalan harmonis. Ia masih terkenang juga akan istri lamanya yang tercinta. Hal tersebut memicu konflik berkepanjangan. Hingga akhirnya,beliau menceraikan istri keduanya. Padahal, sang istri sedang mengandung. Setelah bercerai, orang tua itu menikah lagi. Lalu bercerai lagi. Menikah lagi,bercerai lagi. Sampai akhirnya, orang tua itu bosan menikah. Beliau akhirnya melakukan perbuatan terlarang dengan banyak wanita bayaran. Perbuatan orang tua itu akhirnya diketahui oleh Masri. Namun,beliau malah marah dan mengusir sang anak. Sang anak pun pergi dan tak pernah kembali. Setelah kepergian sang anak, orang tua itu merasa sangat menyesal. Beliau pun menjual seluruh harta kekayaannya dan mewakafkannya pada orang banyak. Kemudian beliau pergi ke dusun yang jauh dan tinggal di masjid. Beliau menghabiskan hidupnya dengan beribadah,sambil terus berusaha untuk mengajak masyarakat di dusun itu hidup dengan damai. Begitu terus selama bertahun-tahun. Sampai suatu hari, orang tua itu menerima surat dari sang anak,memintanya untuk datang ke rumah sang anak. Hatinya merasa ragu. Beliau merasa sangat malu. Sampai empat kali, surat itu terus datang,berisi permintaan yang sama. Tak satupun dibalasnya surat-surat itu. Akhirnya,setelah berpikir sekian lama, orang tua itu pun memutuskan untuk memenuhi permintaan sang anak. Dibuangnya semua rasa malu dan takut. Yang beliau harapkan kini hanyalah maaf dari sang anak. Namun, alangkah terkejutnya beliau ketika tiba di depan rumah sang anak. Mantan istrinya yang kedua,Iyah, yang telah diceraikan dan diusirnya ketika masih mengandung dulu, berdiri berkacak pinggang menyambutnya dengan muka masam. Iyah mengatainya dengan perkataan yang menyakitkan hati. Karena tak ingin bertengkar di rumah anaknya, orang tua itu menahan segala marah dan kesombongannya. Namun,akhirnya beliau dipersilakan masuk dengan terpaksa oleh Iyah. Kemudian, Iyah kembali mencercanya dengan berbagai macam sindiran. Sampai akhirnya, terungkaplah rahasia bahwa Arni,menantuny itu, adalah anak kandungnya. Artinya Masri dan Arni bersaudara. Orang tua itu terkejut dan meminta agar mereka segera diberitahu dan sesegera mungkin bercerai. Iyah tak mengizinkan. Iyah rela dirinya menanggung dosa demi kebahagiaan Masri dan Arni. Mereka berdebat cukup lama. Sampai akhirnya, orang tua itu memutuskan untuk mengalah,membiarkan anak-anaknya hidup dalam kebahagiaan. Beliau pun pergi dengan membawa dosa yang terjadi karena dosa yang diperbuatnya pada masa lalu Cerita pendek ini menceritakan tentang seorang anak yatim piatu bernama Maria. Ia tinggal bersama etek-nya,Mak Pasah, di sebuah rumah di tepi bandar. Maria selalu disiksa oleh Mak Pasah. Setiap hari, terdengar jeritan-jeritan Maria dari rumah itu. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Mak Pasah membuat kue-kue. Ia menyuruh Maria untuk menjajakannya keliling kampung. Kue-kue Mak Pasah itu sebenarnya tidak enak. Namun orang-orang selalu membelinya karena mereka tahu,bila dagangannya tidak terjual habis, Maria akan dipukuli setengah mati. Sementara itu, di belakang rumah Maria,di seberang bandar, terdapat keluarga kecil yang bahagia. Keluarga itu memiliki seorang anak laki-laki. Anak laki-laki itu cukup dekat dengan Maria. Ia terkadang bercakap-cakap dan bermain-main dengan Maria. Tentu saja, sehabis bermain-main, Maria selalu dipukuli oleh Mak Pasah. Oleh karena itu,sang ibu sering melarang anaknya untuk bermain-main dengan Maria. Pada hari ulang tahunnya, anak laki-laki itu dibotaki kepalanya licin-licin. Memang,Ibu sang anak mempunyai kebiasaan membotaki kepala sang anak setiap kali sang anak berulang tahun. Kebiasaan itu terjadi sejak sang anak berumur satu tahun. Setelah dibotaki, sang anak merasa sangat senang. Ia berlari dengan riang gembira,tanpa menyadari keadaan sengaja,ia menyenggol bubur delima Maria yang saat itu datang melihat pembotakan anak laki-laki itu. Tentu saja Maria anak laki-laki itu membujuknya agar setelah sang ayah datang mereka akan mengganti bubur itu. Setelah dibujuk beberapa lama, akhirnya Maria pulang. Saat sang ayah pulang, sang ibu segera pergi ke rumah Maria untuk mengantarkan uang ganti kerugian. Anak laki-laki itu ikut di pintu dapur Mak Pasah,mereka melihat genangan air. Namun, Maria tak ada di sana. Yang muncul hanyalah Mak Pasah,. Ia tertawa-tawa senang. Anak laki-laki itu merasa sangat curiga. Apalagi, malam sebelumnya, anak itu bermimpi Maria disirami air panas oleh hantu-hantu yang mengerikan. Namun, keesokan harinya,anak itu dibawa pergi berlibur ke kota kelahiran sang ayah. Ia lupa akan kejadian tersebut. Ketika kembali, barulah ia tahu bahwa Maria sudah meninggal dunia. Mendengar kabar kematian Maria,sang anak jatuh sakit. Ia merasa bahwa ialah yang menyebabkan Maria meninggal. Sejak kematian Maria, Mak Pasah masih tetap berjualan kue. Ia mencari anak semang lain. Namun,orang-orang tak lagi membeli kue Mak Pasah karena memang kuenya tidak enak. Gagal menjadi pembuat kue, Mak Pasah beralih berdagang emas. Akhirnya,ia menjadi kaya dan menikah dengan lelaki dan meminta agar mereka segera diberitahu dan sesegera mungkin bercerai. Iyah tak mengizinkan. Iyah rela dirinya menanggung dosa demi kebahagiaan Masri dan Arni. Mereka berdebat cukup lama. Sampai akhirnya, orang tua itu memutuskan untuk mengalah,membiarkan anak-anaknya hidup dalam kebahagiaan. Beliau pun pergi dengan membawa dosa yang terjadi karena dosa yang diperbuatnya pada masa lalu Cerita pendek ini menceritakan tentang seorang anak yatim piatu bernama Maria. Ia tinggal bersama etek-nya,Mak Pasah, di sebuah rumah di tepi bandar. Maria selalu disiksa oleh Mak Pasah. Setiap hari, terdengar jeritan-jeritan Maria dari rumah itu. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Mak Pasah membuat kue-kue. Ia menyuruh Maria untuk menjajakannya keliling kampung. Kue-kue Mak Pasah itu sebenarnya tidak enak. Namun orang-orang selalu membelinya karena mereka tahu,bila dagangannya tidak terjual habis, Maria akan dipukuli setengah mati. Sementara itu, di belakang rumah Maria,di seberang bandar, terdapat keluarga kecil yang bahagia. Keluarga itu memiliki seorang anak laki-laki. Anak laki-laki itu cukup dekat dengan Maria. Ia terkadang bercakap-cakap dan bermain-main dengan Maria. Tentu saja, sehabis bermain-main, Maria selalu dipukuli oleh Mak Pasah. Oleh karena itu,sang ibu sering melarang anaknya untuk bermain-main dengan Maria. Pada hari ulang tahunnya, anak laki-laki itu dibotaki kepalanya licin-licin. Memang,Ibu sang anak mempunyai kebiasaan membotaki kepala sang anak setiap kali sang anak berulang tahun. Kebiasaan itu terjadi sejak sang anak berumur satu tahun. Setelah dibotaki, sang anak merasa sangat senang. Ia berlari dengan riang gembira,tanpa menyadari keadaan sengaja,ia menyenggol bubur delima Maria yang saat itu datang melihat pembotakan anak laki-laki itu. Tentu saja Maria anak laki-laki itu membujuknya agar setelah sang ayah datang mereka akan mengganti bubur itu. Setelah dibujuk beberapa lama, akhirnya Maria pulang. Saat sang ayah pulang, sang ibu segera pergi ke rumah Maria untuk mengantarkan uang ganti kerugian. Anak laki-laki itu ikut di pintu dapur Mak Pasah,mereka melihat genangan air. Namun, Maria tak ada di sana. Yang muncul hanyalah Mak Pasah,. Ia tertawa-tawa senang. Anak laki-laki itu merasa sangat curiga. Apalagi, malam sebelumnya, anak itu bermimpi Maria disirami air panas oleh hantu-hantu yang mengerikan. Namun, keesokan harinya,anak itu dibawa pergi berlibur ke kota kelahiran sang ayah. Ia lupa akan kejadian tersebut. Ketika kembali, barulah ia tahu bahwa Maria sudah meninggal dunia. Mendengar kabar kematian Maria,sang anak jatuh sakit. Ia merasa bahwa ialah yang menyebabkan Maria meninggal. Sejak kematian Maria, Mak Pasah masih tetap berjualan kue. Ia mencari anak semang lain. Namun,orang-orang tak lagi membeli kue Mak Pasah karena memang kuenya tidak enak. Gagal menjadi pembuat kue, Mak Pasah beralih berdagang emas. Akhirnya,ia menjadi kaya dan menikah dengan lelaki muda. olok-olokan itu diterima Pak Kari dengan sabar. Namun,suatu hari, kesabaran Pak Kari habis juga. Ia meledak marah ketika tukang rem lainnya mempermainkan topi helmnya. Sejak saat itu, tak ada satu pun orang yang mau mempermainkan topi helm Pak Kari. Namun,suatu pagi, Pak Kari melakukan kesalahan karena menyelamatkan topi helmnya. Ia meninggalkan gerbongnya dan mengambil topi helmnya yang terjatuh di tepi sungai. Orang-Orang mengira Pak Kari terjatuh dan tewas. Sang masinis memerintahkan agar kereta api kembali ke jembatan yang diperkirakan tempat Pak Kari terjatuh. Ternyata,beberapa meter dari jembatan itu, Pak Kari muncul dalam keadaan baik-baik saja. Tentu saja semua orang marah, terutama sang masinis. Bahkan, sang masinis melemparkan topi helm Pak Kari ke dalam api. Beberapa lama kemudian,orang-orang telah melupakan kejadian itu. Namun, tentu saja Pak Kari tak akan lupa pada topi helmnya. Topi yang membawa kebanggaan tersendiri bagi Kari merasa dendam, namun dendam itu disimpannya dalam hati. Suatu hari ketika sang masinis memeriksa pekerjaan Pak Kari yang sedang membersihkan tungku api di lok kereta,Pak Kari merasa ingin membalas dendam saat itu juga. Maka,ia melemparkan arang yang berpijar ke arah masinis itu. Dendamnya terbayar lunas,tanpa sedikitpun rasa bersalah dalam hatinya. Seorang kakek tua mendapat kiriman surat dari anak semata wayangnya. Dalamsuratnya, sang anak meminta ayahnya untuk berkunjung ke rumahnya. Sang anak mengabarkan bahwa ia telah berkeluarga dan memiliki dua orang anak. Tentu tak terkira senang hati orang tua itu. Betapa tidak, anak yang dulu telah dibuangnya sia-sia malah mengundangnya untuk datang. Sedikit rasa malu dan sesal menyelinap dalam hatinya,mengingat masa lalunya yang kelam. Dulu,ketika anaknya,Masri,masih berumur tiga tahun,sang istri meninggal dunia. Betapa sedihnya hati orang tua itu. Ia merasa sangat kesepian. Akhirnya, beliau memutuskan untuk menikah lagi. Namun,rumah tangga barunya tidak berjalan harmonis. Ia masih terkenang juga akan istri lamanya yang tercinta. Hal tersebut memicu konflik berkepanjangan. Hingga akhirnya,beliau menceraikan istri keduanya. Padahal, sang istri sedang mengandung. Setelah bercerai, orang tua itu menikah lagi. Lalu bercerai lagi. Menikah lagi,bercerai lagi. Sampai akhirnya, orang tua itu bosan menikah. Beliau akhirnya melakukan perbuatan terlarang dengan banyak wanita bayaran. Perbuatan orang tua itu akhirnya diketahui oleh Masri. Namun,beliau malah marah dan mengusir sang anak. Sang anak pun pergi dan tak pernah kembali. Setelah kepergian sang anak, orang tua itu merasa sangat menyesal. Beliau pun menjual seluruh harta kekayaannya dan mewakafkannya pada orang banyak. Kemudian beliau pergi ke dusun yang jauh dan tinggal di masjid. Beliau menghabiskan hidupnya dengan beribadah,sambil terus berusaha untuk mengajak masyarakat di dusun itu hidup dengan damai. Begitu terus selama bertahun-tahun. Sampai suatu hari, orang tua itu menerima surat dari sang anak,memintanya untuk datang ke rumah sang anak. Hatinya merasa ragu. Beliau merasa sangat malu. Sampai empat kali, surat itu terus datang,berisi permintaan yang sama. Tak satupun dibalasnya surat-surat itu. Akhirnya,setelah berpikir sekian lama, orang tua itu pun memutuskan untuk memenuhi permintaan sang anak. Dibuangnya semua rasa malu dan takut. Yang beliau harapkan kini hanyalah maaf dari sang anak. Namun, alangkah terkejutnya beliau ketika tiba di depan rumah sang anak. Mantan istrinya yang kedua,Iyah, yang telah diceraikan dan diusirnya ketika masih mengandung dulu, berdiri berkacak pinggang menyambutnya dengan muka masam. Iyah mengatainya dengan perkataan yang menyakitkan hati. Karena tak ingin bertengkar di rumah anaknya, orang tua itu menahan segala marah dan kesombongannya. Namun,akhirnya beliau dipersilakan masuk dengan terpaksa oleh Iyah. Kemudian, Iyah kembali mencercanya dengan berbagai macam sindiran. Sampai akhirnya, terungkaplah rahasia bahwa Arni,menantuny itu, adalah anak kandungnya. Artinya Masri dan Arni bersaudara. Orang tua itu terkejut dan meminta agar mereka segera diberitahu dan sesegera mungkin bercerai. Iyah tak mengizinkan. Iyah rela dirinya menanggung dosa demi kebahagiaan Masri dan Arni. Mereka berdebat cukup lama. Sampai akhirnya, orang tua itu memutuskan untuk mengalah,membiarkan anak-anaknya hidup dalam kebahagiaan. Beliau pun pergi dengan membawa dosa yang terjadi karena dosa yang diperbuatnya pada masa lalu Cerita pendek ini menceritakan tentang seorang anak yatim piatu bernama Maria. Ia tinggal bersama etek-nya,Mak Pasah, di sebuah rumah di tepi bandar. Maria selalu disiksa oleh Mak Pasah. Setiap hari, terdengar jeritan-jeritan Maria dari rumah itu. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Mak Pasah membuat kue-kue. Ia menyuruh Maria untuk menjajakannya keliling kampung. Kue-kue Mak Pasah itu sebenarnya tidak enak. Namun orang-orang selalu membelinya karena mereka tahu,bila dagangannya tidak terjual habis, Maria akan dipukuli setengah mati. Sementara itu, di belakang rumah Maria,di seberang bandar, terdapat keluarga kecil yang bahagia. Keluarga itu memiliki seorang anak laki-laki. Anak laki-laki itu cukup dekat dengan Maria. Ia terkadang bercakap-cakap dan bermain-main dengan Maria. Tentu saja, sehabis bermain-main, Maria selalu dipukuli oleh Mak Pasah. Oleh karena itu,sang ibu sering melarang anaknya untuk bermain-main dengan Maria. Pada hari ulang tahunnya, anak laki-laki itu dibotaki kepalanya licin-licin. Memang,Ibu sang anak mempunyai kebiasaan membotaki kepala sang anak setiap kali sang anak berulang tahun. Kebiasaan itu terjadi sejak sang anak berumur satu tahun. Setelah dibotaki, sang anak merasa sangat senang. Ia berlari dengan riang gembira,tanpa menyadari keadaan sengaja,ia menyenggol bubur delima Maria yang saat itu datang melihat pembotakan anak laki-laki itu. Tentu saja Maria anak laki-laki itu membujuknya agar setelah sang ayah datang mereka akan mengganti bubur itu. Setelah dibujuk beberapa lama, akhirnya Maria pulang. Saat sang ayah pulang, sang ibu segera pergi ke rumah Maria untuk mengantarkan uang ganti kerugian. Anak laki-laki itu ikut di pintu dapur Mak Pasah,mereka melihat genangan air. Namun, Maria tak ada di sana. Yang muncul hanyalah Mak Pasah,. Ia tertawa-tawa senang. Anak laki-laki itu merasa sangat curiga. Apalagi, malam sebelumnya, anak itu bermimpi Maria disirami air panas oleh hantu-hantu yang mengerikan. Namun, keesokan harinya,anak itu dibawa pergi berlibur ke kota kelahiran sang ayah. Ia lupa akan kejadian tersebut. Ketika kembali, barulah ia tahu bahwa Maria sudah meninggal dunia. Mendengar kabar kematian Maria,sang anak jatuh sakit. Ia merasa bahwa ialah yang menyebabkan Maria meninggal. Sejak kematian Maria, Mak Pasah masih tetap berjualan kue. Ia mencari anak semang lain. Namun,orang-orang tak lagi membeli kue Mak Pasah karena memang kuenya tidak enak. Gagal menjadi pembuat kue, Mak Pasah beralih berdagang emas. Akhirnya,ia menjadi kaya dan menikah dengan lelaki muda. Nun,begitu namanya. Ia adalah seorang gadis mantan pejuang kemerdekaan. Kedua tangannya buntung akibat perang. Padahal, dulu ia sangat digemari oleh para lelaki. Para lelaki berlomba-lomba untuk mendapatkan cintanya. Setelah perang, ia tak lagi dipedulikan orang. Apalagi dengan keadaannya sekarang. Suatu hari,ia bertemu dengan Har, lelaki yang dulu dicintai dan mencintainya. Mereka bercakap-cakap mengenang masa lalu. Sementara itu, angin dari gunung bertiup di belakang mereka. Nun tahu, Har kini telah berkeluarga. Ia telah memiliki dua orang saja mereka tidak akan mungkin bersatu juga bercerita panjang lebar. Menceritakan masa lalu,juga harapan-harapannya yang telah pupus. Namun, Har diam saja. Berbagai macam pikiran berkecamuk dalam hatinya. Ia memang tak mencintai Nun lagi, tapi tentu saja ia merasa iba. Ia ingin menolong Nun, membawanya ke pusat rehabilitasi di Solo. Namun, Nun tidak mau. Ia tak ingin lagi dirinya mengalami hal seperti dulu lagi. Dipuja-puja,namun setelah tak dibutuhkan,dibuang saja. Har semakin gelisah. Apalagi Nun menyindirnya datanglah seorang gadis kecil memanggil Nun pulang. Har menatap kepergian Nun dan gadis kecil itu dengan perasaan hampa. Hanya angin dari gunung yang terasa meniup dirinya,Nun,dan gadis kecil itu.
Latar Belakang Masalah Cerita pendek cerpen sebagai salah satu jenis karya sastra ternyata dapat memberikan manfaat kepada pembacanya. Di antaranya dapat memberikan pengalaman pengganti, kenikmatan, mengembangkan imajinasi, mengembangkan pengertian tentang perilaku manusia, dan dapat menyuguhkan pengalaman yang universal. Pengalaman yang universal itu tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia bisa berupa masalah perkawinan, percintaan, tradisi, agama, persahabatan, sosial, politik, pendidikan, dan sebagainya. Jadi tidaklah mengherankan jika seseorang pembaca cerpen, maka sepertinya orang yang membacanya itu sedang melihat miniatur kehidupan manusia dan merasa sangat dekat dengan permasalahan yang ada di dalamnya. Akibatnya, si pembacanya itu ikut larut dalam alur dan permasalahan cerita. Bahkan sering pula perasaan dan pikirannya dipermainkan oleh permasalahan cerita yang dibacanya itu. Ketika itulah si pembacanya itu akan tertawa, sedih, bahagia, kecewa, marah , dan mungkin saja akan memuja sang tokoh atau membencinya. Jika kenyataannya seperti itu, maka jelaslah bahwa sastra cerpen telah berperan sebagai pemekat, sebagai karikatur dari kenyataan, dan sebagai pengalaman kehidupan, seperti yang diungkapakan Saini 198949. Oleh karena itu, jika cerpen dijadikan bahan ajar di kelas tentunya akan membuat pembelajarannya lebih hidup dan menarik. Tidak hanya itu, kiranya cerpen dengan segala permasalahannya yang universal itu ternyata menarik juga untuk dikaji. Bahkan tidak pernah berhenti orang yang akan mengkajinya. Apalagi jika cerpen itu dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran di kelas. Seperti halnya kami mencoba mengkaji cerpen yang dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran di kelas. Cerpen yang kami kaji itu adalah sebuah cerpen yang berjudul Robohnya Surau Kami karya Navis. Dipilihnya cerpen karya Navis tersebut bukan tanpa pertimbangan atau alasan sebab cerpen ini memiliki keistimewaan bagi kami dibandingkan dengan cerpen yang lain atau cerpen yang ditulis pengarang-pengarang yang lain. Keistimewaannya yaitu terletak pada teknik penceritaan yang tidak biasa pada saat itu. Tidak biasanya karena Navis menceritakan suatu peristiwa yang terjadi di alam lain. Bahkan di sana terjadi dialog antara tokoh manusia dengan Sang Maha Pencipta. Menurut hemat saya hal seperti ini hanya ada dalam cerpen Langit Makin Mendung karya Kipanjikusmin dan cerpen Robohnya Surau Kami karya Navis. Akan tetapi, kedua cerpen ini tetap berbeda. Cerpennya Kipanjikusmin muncul dengan membawa kehebohan yang luar biasa di kalangan umat Islam sehingga harus berhadapan dengan hukum. Sedangkan cerpennya Navis muncul dengan membawa kejutan karena ceritanya menyindir pelaksanaan kehidupan beragama secara luar biasa tajamnya. Di dalam cerpen Langit Makin Mendung Tuhan dan malaikat diimajinasikan dengan kuat sekali meminjam istilah Bahrum Rangkuti dalam Polemik 1972177. Sedangkan dalam cerpen Robohnya Surau Kami tidak seperti itu. Itulah sebabnya cerpen Navis tidak pernah berhadapan dengan hukum. Selain itu cerpen ini lebih banyak mengingatkan kita untuk selalu bekerja keras sebab kerja keras adalah bagian penting dari ibadah kita Sapardi Djoko Damono dalam kata pengantar Novel Kemarau karya 1992vi. Sementara itu, tujuan umum pengajaran sastra seperti yang tercantum dalam kurikulum 1994 yaitu agar siswa mampu menikmati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Lalu, di dalam rambu-rambunya pada butir 10 ditegaskan pula bahwa pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk mengapresiasikan karya sastra. Kegiatan mengapresiasi nalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup. Dengan demikian peran pelajaran sastra menjadi sangat penting. Mengingat perannya yang sedemikian itu, maka terselenggaranya pembe-lajaran sastra yang menarik dan menyenangkan akan menjadi sebuah tuntutan yang harus dipenuhi. Hal ini dimungkinkan karena pelajaran seperti ini akan dapat mendidik siswa untuk dapat mengenal dan menghargai nilai-nilai yang dijunjung oleh bangsanya, juga untuk dapat menghargai hidup, menikmati pengalaman orang lain, serta dapat menemukan makna hidup dan kehidupan. Bukankah karya sastra cerpen itu merupakan miniatur kehidupan manusia di sekitar pembaca?. Jadi, dengan mempelajari cerpen sastra berarti siswa diajak untuk mempelajari manusia dan lingkungannya. Biasanya siswa akan sangat antusias jika diajak untuk membicarakan atau mendiskusikannya juga akan mengeluarkan segala pengalaman dan pengetahuannya. Sayangnya, kendala pembelajaran itu sering terletak pada guru. Sebab, masih saja guru yang terlalu mengandalkan LKS Latihan Kerja Siswa, tidak menyukai sastra, dan tidak bisa memilih bahan ajar yang tepat dan menarik untuk seusia siswa yang dididiknya. Kenyataan inilah yang sering dianggap orang sebagai kegagalan. Gagal karena siswa tidak memiliki daya apresiasi dan kepekaan rasa serta tidak menyukai sastra. Berangkat dari permasalahan yang sudah diuraikan di atas, saya mencoba mengkaji keterkaitan cerpen dalam kegiatan pembelajaran dan berusaha menemukan kemungkinan-kemungkinannya cerpen dijadikan bahan ajar di kelas. Dengan harapan, hasil pengkajian ini dapat memberikan solusi dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran apresiasi sastra cerpen. Identifikasi Berdasarkan latar belakang di atas, saya mencoba mengidentifikasi masalah sayaan ini. Identifikasi masalahnya sebagai berikut 1. Bagaimana unsur intrinsik cerpen Robohnya Surau Kami karya Navis? 2. Apakah cerpen tersebut mengandung nilai-nilai pendidikan? 3. Nilai-nilai pendidikan yang bagaimana yang terdapat dalam cerpen tersebut? 4. Setiap karya sastra prosa, khususnya cerpen dapat dijadikan bahan ajar dikelas. Lalu upaya-upaya apa saja yang memungkinkan pemilihan bahan ajar itu efektif? Sinopsis Cerpen Robohnya Surau Kami Karya Navis Cerpen karya Novis yang mengisahkan seorang kakek Garin, yang meninggal secara mengenaskan yaitu membunuh diri akibat dari mendengar cerita bualan seseorang yang sudah dikenalnya, ternyata cukup memikat siapapun yang membacanya. Karena daya pikat itu, peneliti mencoba mengkajinya dan agar kajian ini, khususnya bab IV ini mudah dipahami agaknya perlu juga memaparkan sinopsis cerpen Robohnya Surau Kami tesebut. Sinopsisnya itu seperti yang dipaparkan di bawah ini. Di suatu tempat ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Hanya karena seseorang yang datang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat, surau itu hingga kini masih tegak berdiri. Orang itulah yang merawat dan menjaganya. Kelak orang ini disebut sebagai Garin. Meskipun orang ini dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada yang paling pokok yang membuatnya bisa bertahan, yaitu dia masih mau bekerja sebagai pengasah pisau. Dari pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa uang, makanan, kue-kue atau rokok. Kehidupan orang ini agaknya monoton. Dia hanya mengasah pisau, menerima imbalan, membersihkan dan merawat surau, beribadah di surau dan bekerja hanya untuk keperluannya sendiri. Dia tidak ngotot bekerja karena dia hidup sendiri. Hasil kerjanya tidak untuk orang lain, apalagi untuk anak dan istrinya yang tidak pernah terpikirkan. Suatu ketika datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu. Lalu, keduanya terlibat perbincangan yang mengasyikan. Akan tetapi, sepulangnya Ajo Sidi, penjaga surau itu murung, sedih, dan kesal. Karena dia merasakan, apa yang diceritakan Ajo Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya. Dia memang tak pernah mengingat anak dan istrinya tetapi dia pun tak memikirkan hidupnya sendiri sebab dia memang tak ingin kaya atau bikin rumah. Segala kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhannya. Dia tak berusaha mengusahakan orang lain atau membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada Tuhannya. Apakah semua ini yang dikerjakannya semuanya salah dan dibenci Tuhan ? Atau dia ini sama seperti Haji Saleh yang di mata manusia tampak taat tetapi dimata Tuhan dia itu lalai. Akhirnya, kelak ia dimasukkan ke dalam neraka. Penjaga surau itu begitu memikirkan hal ini dengan segala perasaannya. Akhirnya, dia tak kuat memikirkan hal itu. Kemudian dia memilih jalan pintas untuk menjemput kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau cukur. Kematiannya sungguh mengejutkan masyarakat di sana. Semua orang berusaha mengurus mayatnya dan menguburnya. Kecuali satu orang saja yang tidak begitu peduli atas kematiannya. Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua orang mengantar jenazah penjaga surau dia tetap pergi bekerja. Tinjauan atas Unsur Intrinsik Unsur intrinsik adalah unsur dalam yang membentuk penciptaan karya sastra. Unsur ini berupa tema, amanat, latar, alur, penokohan, titik pengisahan, dan gaya. Ketujuh unsur yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami itu sebagai berikut Tema Pengarang yang sedang menulis cerita pasti akan menuangkan gagasannya. Tanpa gagasan pasti dia tidak bisa menulis cerita. Gagasan yang mendasari cerita yang dibuatnya itulah yang disebut tema dan gagasan seperti ini selalu berupa pokok bahasan. Tema atau pokok persoalan cerpen Robohnya Surau Kami sesungguhnya terletak pada persoalan batin kakek Garin setelah mendengar bualan Ajo Sidi. Gambaran ini terletak pada halaman 10 berikut ini. “Sedari mudaku aku disini, bukan? Tak ku ingat punya istri, punya anak, punya keluarga seperti orang-orang lain, tahu? Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin cari kaya, bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, ku serahkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Tak pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku membunuhnya. Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka…. Tak ku pikirkan hari esokku, karena aku yakin Tuhan itu ada dan pengasih penyayang kepada umatNya yang tawakkal. Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul bedug membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud kepadaNya. Aku bersembahyang setiap waktu. Aku puji-puji dia. Aku baca KitabNya. “Alahamdulillah†kataku bila aku menerima karuniaNya. “Astaghfirullah†kataku bila aku terkejut. †Masa Allah bila aku Apakah salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia Kemudian pada halaman 16 gambaran itu ditegaskan kembali, yaitu “Tidak, kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan diri mu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan kaum mu sendiri, melupakan kehidupan anak istimu sendiri, sehingga mereka itu kucar kacir selamanya. Inilah kesalahan mu yang terbesar, terlalu egoistis, padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak memperdulikan mereka Dengan demikian, jika kita buat kesimpulan atas fakta-fakta di atas maka tema cerpen ini adalah seorang kepala keluarga lalai itu sehingga masalah kelalaiannya itu akhirnya mampu membunuh dirinya. Dan simpulan temanya itu ternyata bersifat universal. Oleh karena itu, wajarlah kalau cerpen karya Navis ini diteima oleh setiap orang. Amanat Di dalam sebuah cerita, gagasan atau pokok persoalan dituangkan sedemikian rupa oleh pengarangnya sehingga gagasan itu mendasari seluuh cerita. Gagasan yang mendasari seluruh cerita ini dipertegas oleh pengarangnya melalui solusi bagi pokok persoalan itu. Dengan kata lain solusi yang dimunculkan pengaranngnya itu dimaksudkan untuk memecahkan pokok persoalan, yang didalamnya akan terlibat pandangan hidup dan cita-cita pengarang. Hal inilah yang dimaksudkan dengan amanat. Dengan demikian, amanat merupakan keinginan pengarang untuk menyampaikan pesan atau nasihat kepada pembacanya. Jadi amanat pokok yang terdapat dalam cerpen Robohnya Surau Kami karya Navis adalah “Pelihara, jaga, dan jangan bermasabodoh terhadap apa yang kau Hal ini terdapat pada paragraf kelima halaman delapan kalimat yang terakhir. Amanat pokok/utama ini kemudian diperjelas atau diuraikan dalam ceritanya. Akibatnya muncullah amanat-amanat lain yang mempertegas amanat utama itu. Amanat-amanat yang dimaksud itu di antaranya a Jangan cepat marah kalau ada orang yang mengejek atau menasehati kita karena ada perbuatan kita yang kurang layak di hadapan orang lain. Amanat ini dimunculkan melalui ucapan kakek Garin pada halaman 9. “Marah ? Ya, kalau aku masih muda, tetapi aku sudah tua. Orang tua menahan ragam. Sudah lama aku tak marah-marah lagi. Takut aku kalau imanku rusak karenanya, ibadahku rusak karenanya. Sudah begitu lama aku berbuat baik, beribadah bertawakkal kepada Tuhan .…†dari ucapan kakek Garin itu jelas tegambar pandangan hidup/cita-cita pengarangnya mengenai karangan untuk cepat marah. b Jangan cepat bangga akan perbuatan baik yang kita lakukan karena hal ini bisa saja baik di hadapan manusia tetapi tetap kurang baik di hadapan Tuhan itu. Coba saja tengok pengalaman tokoh yang bernama Haji Saleh ketika dia disidang di akhirat sana “Alangkah tercengangnya Haji Saleh, karena di Neraka itu banyak teman-temannya didunia terpanggang hangus, merintih kesakitan. Dan tambah tak mengerti lagi dengan keadaan dirinya, karena semua orang-orang yang dilihatnya di Neraka itu tak kurang ibadahnya dari dia sendiri. Bahkan ada salah seorang yang telah sampai 14 kali ke Mekkah dan bergelar Syekh pula Hlm. 12 – 13 . Tidak hanya itu saja. Dari gambaran ini terpapar pula amanat lain, yaitu c Kita jangan terpesona oleh gelar dan nama besar sebab hal itu akan mencelakakan diri pemakainya. d Jangan menyia-nyiakan apa yang kamu miliki, untuk itu cermati sabda Tuhan dalam cerpen ini “…, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua, sedang harta bendamu kau biarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas, kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang Aku menyuruh engkau semuanya beramal disamping beribadat. Bagaimana engkau bisa beramal kalau engkau miskin .…†hlm. 15. e Jangan mementingkan diri sendiri, seperti yang disabdakan Tuhan dalam cerpen ini halaman 16. â€â€¦. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang, tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, sehingga mereka itu kucar kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis, padahal engkau didunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak memperdulikan mereka Dan akhirnya amanat d dan e menjadi kunci amanat yang diinginkan pengarang untuk pembacanya. Kedua amanat itu kemudian dirumuskan, seperti yang sudah dituliskan pada bagian awal tentang amanat di atas. Latar Dalam suatu cerita latar dibentuk melalui segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Latar ini ada tiga macam, yaitu latar tempat; latar waktu; dan latar sosial. Latar Tempat Latar jenis ini biasa disebut latar fisik. Latar ini dapat berupa daerah, bangunan, kapal, sekolah, kampus, hutan, dan sejenisnya. Latar tempat yang ada dalam cerpen ini jelas disebutkan oleh pengarangnya, seperti kota, dekat pasar, di surau, dan sebagainya Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Melangkahlah menyusuri jalan raya arah ke barat. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tan di jalan kampungku. Pada simpang kecil kekanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan itu nanti akan tuan temui sebuah surau tua. Di depannya ada kolan ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi. hlm. 1 Latar Waktu Latar jenis ini, yang terdapat dalam cerpen ini ada yang bersamaan dengan latar tempat, seperti yang sudah dipaparkan di atas pada latar tempat atau contoh yang lainnya seperti berikut “Pada suatu waktu,†kata Ajo Sidi memulai, “..di Akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang ….†hlm. 10 Meskipun begitu, ada juga yang juga yang jelas-jelas menyebutkan soal waktu, misalnya Jika tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kebencian yang bakal roboh ……… Sekali hari aku datang pula mengupah kepada kakek hlm. 8 “Sedari mudaku aku di sini, bukan ?….†Latar Sosial Di dalam latar ini umumnya menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, kebiasaannya, cara hidup, dan bahasa. Di dalam cerpen ini latar sosial digambarkan sebagai berikut Dan di pelataran surau kiri itu akan tuan temui seorang tua yang biasanya duduk disana dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun Ia sebagai Garim, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya kakek hlm. 7 Dari contoh ini tampak latar sosial berdasarkan usia, pekerjaan, dan kebisaan atau cara hidupnya. Namun demikian, contoh latar sosial yang menggambarkan kebiasaan yang lainnya yaitu “Kalau Tuhan akan mau mengakui kehilapan – Nya bagaimana ?†suatu suara melengking di dalam kelompok orang banyak itu. “Kita protes. Kita resolusikan,†kata Haji Soleh. ………………………………………………………………………… “cocok sekali, di dunia dulu dengan demonstrasi saja, banyak yang kita peroleh,†sebuah suara menyela. “Setuju. Setuju. Mereka bersorak beramai-ramai hlm. 13 Kebiasaan ini tentunya mengisyaratkan kepada kita bahwa tokoh-tokoh yang terlibat dalam dialog ini termasuk kelompok orang yang sangat kritis, vokal, dan berani. Karena kritik, vokalnya, dan beraninya Dia sering menganggap enteng orang lain dan akhirnya terjebak dalam kesombongan. Tokoh-tokoh ini menjadi sombong di hadapan Tuhannya padahal apa yang dilakukannya belum ada apa-apanya. Perhatikan pada berikut ini. Haji soleh yang jadi pemimpin dan juru bicara tampil ke depan. Dan dengan suara yang menggeletar dan berirama indah, Ia memulai pidatonya “O, Tuhan kami yang Mahabesar, kami yang menghadap-Mu ini adalah umat-Mu yang paling taat beribadat, yang paling taat menyembah-Mu. Kamilah orang-orang yang selalu menyebut nama-Mu, memuji-muji kebesaran-Mu, mempropagandakan keadilan-Mu, dan lain-lainnya…†Akhirnya ada latar sosial lain yang digambarkan dalam cerpen ini meskipun hanya sepintas saja gambaranya itu. Latar sosial ini menunjukkan bahwa salah satu tokoh dalam cerita ini termasuk kedalam kelompok sosial pekerja. Datanya seperti ini. “Dan sekarang,†tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh perbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikitpun bertanggung jawab, “dan sekarang ke mana dia ?†“Kerja†“Kerja?â€tanyaku mengulangi hampa. †pergi Alur plot Alur menurut Suminto A. Sayuti 200031 diartikan sebagai peristiwa-peristiwa yang diceritakan dengan panjang lebar dalam suatu rangkaian tertentu dan berdasarkan hubungan-hubungan konsolitas itu memiliki struktur. Strukturnya itu terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir. Didalam cerpen ini, struktur plot itu dapat diuraikan seperti berikut. Bagian Awal Pada bagian awal cerita ini yang terdapat dalam cerpen ini terbagi atas dua bagian, yaitu bagian eksposisi, yang menjelaskan/ memberitahukan informasi yang diperlukan dalam memahami cerita. Dalam hal ini, eksposisi cerita dalam cerpen ini berupa penjelasan tentang keberadaan seorang kakek yang menjadi garim di sebuah surau tua beberapa tahun yang lalu, seperti yang diungkapkan pada data berikut Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku …. akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk di surau dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garim, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya kakek. Sebagai penjaga surau, kakek tidak mendapat apa-apa. Ia hidup dari sedekah yang dipungutnya sekali sejum’at. Sekali enam bulan Ia mendapat seperempat dari hasil pemunggahan ikan mas dari kolam itu. Dan sekali setahun orang-orang mengantarkan fitrah Id, tapi sebagai Garim ia tak begitu dikenal. Ia lebih dikenal sebagai pengasah pisau. Karena Ia begitu mahir dengan pekerjaannya itu. Orang-orang suka minta tolong kepadanya, sedang ia tidak pernah meminta imbalan apa-apa. Orang-orang perempuan yang minta tolong mengasahkan pisau atau gunting, memberinya sambal sebagai imbalan. Orang laki-laki yang minta tolong, memberinya imbalan rokok, kadang-kadang uang. Tapi yang paling sering diterimanya ialah ucapan terima kasih dan sedikit senyum hlm. 7. Dan yang kedua adalah sebagai instabilitas ketidakstabilan, yaitu bagian yang didalamnya terdapat keterbukaan. Yang dimaksud di sini adalah cerita mulai bergerak dan terbuka dengan segala permasalahannya. Perhatikan data berikut Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya …. Jika Tuan datang sekarang hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya …. hlm. 8 Berdasarkan data ini tampak jelas bahwa yang dimaksud cerita mulai bergerak dan tebuka adalah karena informasi ini belum tuntas bahkan menimbulkan pertanyaan, mengapa si Kakek wafat dan bagaimana hal itu bisa terjadi ? sehingga ketidakstabilan ini memunculkan suatu pengembangan suatu cerita. Bagian Tengah Meskipun ketidakstabilan dalam cerita memunculkan suatu pengembangan cerita tetapi bagian tengah tidak dimulai dari ketidakstabilan itu. Justru, bagian tengah dimulai dengan jawaban atas pertanyaan yang muncul, seperti yang disebutkan dalam bagian awal. Jawaban itu sedikitnya menggambarkan suatu konplik, bahwa si Kakek wafat karena dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya. Data untuk ini seperti berikut Dan biang keladi dari kecerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya. hlm . 8 Data konflik ini kemudian diperkuat dengan pemunculan tokoh alur yang berniat hendak mengupah si Kakek. Akan tetapi begitu tokoh atau bertemu dengan si Kakek suasananya sangat tidak diharapkan. … Kakek begitu muram. Di sudut benar dia duduk dengan lututnya menegak menopang tangan dan dagunya. Pandangannya sayu kedepan, seolah-olah ada sesuatu yang mengamuk pikirannya. Sebuah blek susu yang berisi minyak kelapa sebuah asahan halus, kulit sol panjang, dan pisau cukur tua berserakan di sekitar kaki Kakek. hlm. 8 Rupanya si Kakek sedang dicekam konplik Konplik ini berkembang menjadi konplikasi manakala tokoh aku menanyakan sesuatu yang berupa pisau kepada si Kakek. Penyebab munculnya konplikasi ini bukan karena pisau itu melainkan pemilih pisau itu. Hal ini terbukti ketika si Kakek menyebutkan nama pemilik pisau itu, dia begitu geramnya bahkan mengancam. “Kurang ajar Kakek menjawab. “ Kenapa ? “ “ Mudah-mudahan pisau cukur ini, yang kuasah tajam-tajam ini, menggorok hlm. 9 Kemarahannya ini demikian hebat, makanya dia mau saja melepaskan kekesalannya dengan menceritakan apa yang dilakukan Ajo Sidi terhadapnya di hadapan tokoh aku. Dia bercerita karena desakan dari dalam batinnya. Begitu kuat dan hebat. Dia sendiri tak mampu menahannya untuk menyembunyikan apa yang diceritakan Ajo Sidi. Namun, segala apa yang diungkapkannya di depan tokoh Aku ini tidak membuatnya merasa ringan. Bahkan mungkin semakin berat dan menekan dada dan batinnya. Akibatnya, klimaks kekecewaan si Kakek berakhir dengan cara yang tragis. Dia nekat membunuh dirinya sendiri dengan cara menggorok lehernya. Bagian Akhir Bagian terakhir cerita ini ternyata menarik. Menarik karena adanya kejutan surprise. Kejutannya itu terletak pemecahan masalahnya, yaitu ketika orang-orang terkejut mendapatkan si Kakek garin itu meninggal dengan cara mengenaskan, justru Ajo Sidi menganggap hal itu biasa saja bahkan dia berusaha untuk membelikan kain kafan meskipun hal ini dia pesankan melalui istrinya. Data berikut menggambarkan hal ini. Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa sama istrinya saja. Lalu aku tanya dia. “Ia sudah pergi,†jawab istri Ajo Sidi. “Tidak ia tahu Kakek meninggal ?†“Sudah. Dan ia meniggalkan pesan agar dibelikan kain kafan buat Kakek tujuh “Dan sekarang,†tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh perbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikitpun bertanggung jawab,†dan sekarang ke mana Dia ?††“Kerja ?†Tanyaku mengulang hampa “Ya. Dia pergi hlm. 16-17. Penyelesaian yang penuh kejutan ini agaknya menyisakan pertanyaan, benarkah Ajo Sidi orang yang tidak bertanggung jawab? Bukankah perilaku Ajo Sidi yang berusaha menyuruh istrrinya untuk membeli kain kafan itu merupakan suatu bentuk tanggung jawab? Lalu di mana salahnya? Jika struktur alurnya seperti di atas maka alur cerpen ini dikelompokkan ke dalam alur regresif atau alur flash back sorot balik. Dikatakan demikian karena benar-benar bertumpu pada kisah sebelumnya, yang oleh tokoh Aku kisah itu diceritakan. Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang Dan di ujung jalan itu nanti akan Tuan temui sebuah surau tua…. Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang Tua…. Orang-orang memanggilnya kakek… Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal…. Dan biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya. Beginilah kisahnya Dan besoknya, ketika Aku mau turun rumah pagi-pagi istriku berkata apa aku tak pergi menjenguk. “Siapa yang meninggal?†Tanyaku kaget. †“Kakek?†Penokohan Yang dimaksud dengan penokohan yakni bagaimana pengarang menampilkan perilaku tokoh-tokohnya berikut wataknya. Navis menampilkan tokoh-tokohnya sebagai berikut. a. Tokoh Aku Tokoh ini begitu berperan dalam cerpen ini. Dari mulutnya kita bisa mendengar kisah si Kakek yang membunuh dirinya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau. Pengarang menggambarkan tokoh ini sebagai orang yang ingin tahu perkara orang lain. Datanya seperti berikut. Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatangan Ajo Sidi kepadanya. Apakah Ajo Sidi tidak membuat bualan tentang kakek ? Dan bualan itukah yang mendurjakan kakek ? Aku ingin tahu. Lalu aku tanya pada kakek lagi “Apa ceritanya, kek ?†Ingin tahuku dengan cerita Ajo Sidi yang memurungkan Kakek jadi memuncak. Aku tanya lagi kakek “Bagaimana katanya, kek ?â€. “Astaga. Ajo Sidi punya gara-gara,†kataku seraya ceepat-ceepat meninggalkan istriku yang tercengang-cengang. Aku cari AjoSidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa sama istrinya saja. Lalu aku tanya dia. b. Ajo Sidi Tokoh ini sangat istimewa. Tidak banyak dimunculkan tetapi sangat menentukan keberlangsungan cerita ini . Secara jelas tokoh ini disebut sebagai si tukang bual. Sebutan ini muncul melalui mulut tokoh Aku. Menurut si tokoh Aku, Ajo Sidi disebutkan sebagai si tukang bual yang hebat karena siapa pun yang mendengarnya pasti terpikat. Selain itu bualannya selalu mengena. Data untuk ini seperti berikut. ….Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu. Sudah lama aku tak ketemu dia. Dan aku ingin ketemu dia lagi. Aku senang mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa mengikat orang-orang dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi ini jarang terjadi karena ia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai pembual, sukses terbesar baginya ialah karena semua pelaku-pelaku yang diceritakannya menjadi pemeo akhirnya. Ada-ada saja orang di sekitar kampungku yang cocok dengan watak pelaku-pelaku ceritanya…. . Dari data ini pula ternyata disebutkan pula bahwa Ajo Sidi orang yang cinta kerja. c. Si Kakek Tokoh ini agaknya menjadi tokoh sentral. Dia menjadi pusat cerita. Oleh si pengarang tokoh ini digambarkan sebagai orang yang mudah dipengaruhi dan gampang mempercayai omongan orang, pendek akal dan pikirannya, serta terlalu mementingkan diri sendiri dan lemah imannya. Penggambaran watak seperti ini karena tokoh kakek mudah termakan cecrita Ajo Sidi. Padahal yang namanya cerita tidak perlu ditanggapi serius tetapi bagi si kakek hal itu seperti menelanjangi kehidupannya. Seandainya si kakek panjang akal dan pikirannya serta kuat imannya tidak mungkin ia mudah termakan cerita Ajo Sidi. Dia bisa segera bertobat dan bersyukur kepada Tuhan sehingga dia bisa membenahi hidup dan kehidupannya sesuai dengan perintah tuhannya. Tetapi sayang, dia segera mengambil jalan pintas malah masuk ke pintu dosa yang lebih besar. Sedangkan gambaran untuk tokoh si Kakek yang terlalu mementingkan diri sendiri digambarkan melalui ucapanya sendiri, seperti data berikut “ Sedari mudaku aku di sini, bukan ? tak kuingat punya istri, punya anak, punya keluarga seperti orang-orang lain, tahu? Tak terpikirkan hidupku sendiri… d. Haji Saleh Tokoh ini adalah ciptaan Ajo Sidi. Pemunculannya sengaja untuk mengejek atau menyindir orang lain. Dengan begitu wataknya sudah dipersiapkan oleh penciptanya dan karena kemahirannya Ajo Sidi tokoh ini demikian hidup. Secara jelas dan gamblang watak tokoh ini digambarkan sebagai orang terlalu mementingkan diri sendiri. 6. Titik Pengisahan Yang dimaksud dengan titik pengisahan yaitu kedudukan/posisi pengarang dalam cerita tersebut. Maksudnya apakah, pengarang ikut terlibat langsung dalam cerita iu atau hanya sebagai pengamat yang berdiri di luar cerita. Di dalam cerpen Robonya Surau Kamii agaknya Navis memposisikan dirinya dalam cerita ini sebagi tokoh utama atau akuan sertaan sebab secara langsung pengarang terlibat di dalam cerita dan ini terasa pada bagian awal cerita. Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke Kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar…. Sekali hari Aku datang pula mengupah pada kakek. Biasanya kakek gembira menerimaku, karena aku suka memberinya uang…. Akan tetapi, ketika si kakek bercerita tentang Haji Soleh di depan tokoh Aku, dan cerita ini diperolehnya dari Ajo Sidi, maka pengarang sudah memposisikan dirinya sebagai tokoh bawahan. Artinya, pengarang tetap melibatkan diri dalam cerita akan tetapi yang sebenarnya ia sedang mengangkat tokoh utama atau berusaha ingin menceritakan tokoh utamanya. Di sini pengarang tetap mengunakan kata “Akuâ€. Walaupun begitu kata “Aku†ini merupakan kata ganti orang pertama pasif. “Engkau ?†“Aku Saleh. Tapi karena aku sudah ke Mekah, Haji Saleh ……………………………………………………………………… lalu, setelah si Kakek menceritakan tentang Haji Saleh –tokoh dongengan Ajo Sidi- ,pengarang kembali ke posisi sebagai tokoh Aku seperti pada bagian awal cerita. Gaya Gaya merupakan sarana bercerita. Dengan demikian gaya biasa disebut sebagai cara pengungkapan seorang yang khas bagi seorang pengarang atau sebagai cara pemakaian bahasa spesifik oleh seorang pengarang. Jadi, gaya merupakan kemahiran seorang pengarang dalam memilih dan menggunakan kata, kelompok kata, atau kalimat dan ungkapan. Di dalam cerpen ini ternyata pengarang menggunakan kata-kata yang biasa digunakan dalam bidang keagamaan Islam, seperti garin, Allah Subhanau Wataala, Alhamdulillah, Astagfirullah, Masya-Allah, Akhirat, Tawakal, dosa dan pahala, Surga, Tuhan, beribadat menyembah-Mu, berdoa, menginsyafkan umat-Mu, hamba-Mu, kitab-Mu, Malaikat, neraka, haji, Syekh, dan Surau serta fitrah Id, juga Sedekah. Selain ini, pengarang pun menggunakan pula simbol dan majas. Simbol yang terdapat dalam cerpen ini tampak jelas pula judulnya, yakni Robohnya Surau Kami. Suaru di sini merupakan simbol kesucian, keyakinan. Jadi, melalui simbol ini sebenarnya pengarang ingin mengingatkan kepada pembaca bahwa kesucian hati atau keyakinan kita terhadap Tuhan dan agamanya sudah roboh. Sebab, cukup banyak tokoh-tokoh kita dari berbagai kalangan tidak lagi suci hatinya. Mereka sudah menggadaikannya dengan kedudukan, jabatan, dan pangkat. Mereka tenggelam dalam Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme KKN dan keegoismeannya. Bahkan ada pula yang keyakinannya terhadap Tuhan dan agamanya terlibat luntur-pudar. Mereka ini tidak hanya tenggelam dalam KKN dan egoisme tetapi juga tenggelam dalam kemunafikan dan maksiat serta dibakar emosi dan dendam demi keakuan dirinya dan kelompoknya. Sedangkan majas yang digunakan dalam cerpen ini di antaranya majas alegori karena di dalam cerita ini cara berceritanya menggunakan lambang, yakni tokoh Haji Saleh dan kehidupan di akhirat, atau lebih tepatnya menggunakan majas parabel majas ini merupakan bagian dari majas alegori karena majas ini berisi ajaran agama, moral atau suatu kebenaran umum dengan mengunakan ibarat. Majas ini sangat dominan dalam cerpen ini Selain majas alegori atau parabol, pengarang pun menggunakan majas Sinisme seperti yang diucapkan tokoh aku â€â€¦Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi†Inilah sebuah kritik untuk masyarakat kita sekarang ini. Dengan demikian penggunaan majas-majas itu untuk mengingatkan atau menasehati sekaligus mengejek pembaca atau masyarakat. Nasehat dan ejekannya itu ternyata berhasil. Buktinya, ketika cerpen ini diterbitkan tidak lama kemudian cerpen ini mendapat tempat di hati pembacanya dan masih terus dibicarakan hingga kini. Cerpen Robohnya Surau Kami karya Navis sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di Kelas. Cerpen sebagai salah satu karya sastra jelas dapat memberikan manfaat seperti layaknya karya sastra yang lain. Manfaatnya selain memberikan kenikmatan dan hiburan, dia juga dapat mengembangkan imajinasi, memberikan pengalaman pengganti, mengembangkan pengertian perilaku manusia dan dapat menyuguhkan pengalaman yang universal. Oleh karena itu dapat memberikan manfaat, maka sewajarnya sebuah cerpen dapat dijadikan bahan/materi pembelajaran sastra di kelas. Pemilihan dan penetapan cerpen sebagai bahan/materi pembelajaran tentunya harus mengikuti kriteria yang sudah ditetapkan secara umum yaitu a. Dilihat dari segi bahasanya, cerpen ini jelas menggunakan bahasa yang bisa dipahami pembaca orang Indonesia, yaitu bahasa Indonesia. Tidak hanya ini, gaya bahasanya pun menarik dan pilihan katanya pun dapat memperkaya kosa kata siswa dalam hal bidang keagamaan. b. Latar belakang budaya yang ditampilkan pun masih terasa umum. Jadi, siapa pun baik yang beragama Islam, kristen, Hindu,maupun Budha bisa dengan mudah memahaminya dan tidak menimbulkan pertentangan yang mendasar. Meskipun di dalamnya terdapat kosa kata islami, hal ini tidaklah menggangu bahkan akan menarik jika siswa membandingkan dengan kosa kata non-Islam yang sejenis. Berdasarkan kriteria-kritera inilah kiranya cerpen ini sangat sesuai dan tepat bila dijadikan bahan ajar untuk pembelajaran sastra di kelas I dan II, apalagi di kelas III SMU. Selain itu, akan lebih menarik lagi jika gurunya pun aktif-kreatif ketika membelajarkan siswanya dalam menelaah cerpen tersebut. Namun demikian, agar pembelajaran sastra dengan bahan cerpen itu menarik dan lancar, guru dan siswanya pun haruslah sama-sama membaca cerpen itu lebih dari satu kali dan jangan coba-coba membaca ringkasannya. Kesimpulan Cerpen Robohnya Surau Kami karya Nvis ini memang sebuah sastra cerpen yang menarik dan baik. Hal ini dapat dilihat dari unsur-unsur intrinsik dan kesesuaiannya sebagai bahan pembelajaran. Adapun hasil analisisnya sebagai berikut. 1. Unsur-unsur Intrinsik a. Tema Tema cerpen ini adalah seorang kepala keluarga yang lalai menghidupi keluarganya. b. Amanat Amanat cerpen ini adalah 1 jangan cepat marah kalau diejek orang, 2 jangan cepat bangga kalau berbuat baik, 3 jangan terpesona oleh gelar dan nama besar, 4 jangan menyia-nyiakan yang kamu miliki, dan 5 jangan egois. c. Latar Latar yang ada dalam cerpen ini adalah latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. d. Alur Alur cerpen ini adalah alur mundur karena ceritanya mengisahkan peristiwa yang telah berlalu yaitu sebab-sebab kematian kakek Garin. Sedangkan strukturnya berupa bagian awal, tengah, dan akhir. Adapun alur mundurnya mulai muncul di akhir bagian awal dan berakhir di awal bagian akhir. e. Penokohan Tokoh dalam cerpen ini ada empat orang, yaitu tokoh Aku, Ajo Sidi, Kakek, dan Haji Soleh. 1 Tokoh Aku berwatak selalu ingin tahu urusan orang lain. 2 Ajo Sidi adalah orang yang suka membual 3 Kakek adalah orang yang egois dan lalai, mudah dipengaruhi dan mempercayai orang lain. 4 Haji Soleh yaitu orang yang telah mementingkan diri sendiri. f. Titik Pengisahan Titik pengisahan cerpen ini yaitu pengarang berperan sebagai tokoh utama akuan sertaan sebab secara langsung pengarang terlibat di dalam cerita. Selain itu pengarang pun berperan sebagai tokoh bawahan ketika si kakek bercerita tentang Haji Soleh di depan tokoh aku. g. Gaya Di dalam cerpen ini pengarang benar-benar memanfaatkan kata-kata, dan majas alegori, dan sinisme. 2. Berdasarkan uraian di atas, maka cerpen Robohnya Surau Kami sangat cocok /layak jika dijadikan bahan ajar dalam pembelajaran sastra di SMU, karena bahasa yang digunakannya bisa dipahami oleh siswa SMU, konflik psikologis tokoh-tokohnya pun tidak terlalu sulit untuk dipelajari, selain itu konflik-konflik psikologis yang dimunculkan, masih sesuai dengan perkembangan psikologis dan pemikiran siswa SMU, dan latar budaya yang ditampilkannya pun masih tampak umum sehinga siswa yang berlatar belakang budaya Islam, Kristen, Hindu, dan Budha pun dapat menerimanya. Selain kriteria ini, guru pun harus membaca terlebih dahulu sebelum pembelajaran dimulai begitu pula dengan siswanya. Namun, jangan sekali-kali membaca ringkasan cerpen tersebut tanpa pernah membaca cerita itu seluruhnya. Juga, guru harus kreatif ketika sedang membelajarkan siswanya. Misalnya, guru harus mampu membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa akan isi cerpen tersebut. Saran Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis meyarankan sebagai berikut. 1. Saran untuk guru – Guru yang sudah berani menetapkan cerpen sebagai bahan pembelajaran sastra harus pula membacanya berkali-kali agar memahami isinya. – Di dalam kegiatan pembelajaran, guru harus mampu membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap cerita tersebut kemudian mengarahkannya ke dalam pengalaman siswa sehingga ketika siswa membahas cerita itu, bahasannya benar-benar berdasarkan pengalaman siswa. – Pemilihan bahan/materi pembelajaran sastra yang berbentuk cerpen sebaiknya mengikuti kriteria yang ada, yaitu bagaimana bahasanya, bagaimana kesesuaian psikologisnya, baik untuk tokoh cerita maupun pembacanya yang duduk di tingkat SMU, dan bagaimana latar budaya yang dimunculkan dalam cerita itu ? Tentu saja hal ini dilakukan guru sebelum pembelajaran dimulai. 2. Saran untuk siswa – Sebaiknya siswa harus membaca cerpennya secara utuh berkali-kali agar memahami isinya. – Selain itu, baca pula buku-buku yang mengulas isi cerpen itu jika ada. – Berdiskusilah dengan penuh minat dan perhatian agar manfaat sastra bisa dirasakan – Jika mungkin dan sempat, ikutilah setiap seminar atau diskusi sastra di manapun. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta Rineka Cipta. Badudu, 1979. Sari Kesusasteraan Indonesia Jilid 2. Bandung Pustaka Prima. Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta Balai Pustaka. Dinas Kebudayaan DKI Metode Penelitian Seni Budaya Jakarta Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. Esten, Mursal. 1984. Kesusastraan Pengantar teori dan sejarah. Bandung Angkasa. Haryati, A. dan Winarto Latihan Apresiasi dan Sastra. Malang Yayasan A3 Malang. Hoerip, Cerita Pendek Indonesia 1. Jakarta Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Koentjaraningrat. 1997. Metode-metode Penelitian Masyarakat, edisi ketiga. Jakarta PT Gramedia Pustaka Prima. Lubis, Mochtar. 1980. Teknik Mengarang. Jakarta Kurnia Esa. Sayuti, Suminto Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Jogjakarta Gama Media. Sukada, Pembinaan Kritik Sastra Indonesia Masalah Sistematika Analisis Struktur Fiksi. Bandung Angkasa. Teori dan Pembimbingan Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMU. Jakarta Erlangga. Tarigan, Henri Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung Angkasa.
RobohnyaSurau Kami (A.A. Navis) A. Ringkasan Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis ,Tuan akan berhenti di dekat pasar . Dan biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah cerita yang tak dapat diketahui tentang kebenarannya. B. Keunggulan Novel Keunggulan cerpen ini dari segi bahasa mudah
Sinopsis Cerpen Robohnya Surau Kami Karya Navis - Selamat siang, selamat berjumpa lagi dengan blog MJ Brigaseli. Pada kesempatan kali ini saya akan berbagi sinopsis cerpen Robohnya Surau Kami karya Navis yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama pada tahun 1955. Cerpen Robohnya Surau Kami ini menceritakan suatu tempat dimana ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Kemudian datanglah seseorang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat untuk menjadi garin atau penjaga surau tersebut, dan hingga kini surau tersebut masih tegak berdiri. Meskipun kakek atau garin dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada hal pokok yang membuatnya dapat bertahan, yaitu dia mau bekerja sebagai pengasah pisau. Dari pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa uang, makanan, kue-kue, atau rokok. Kehidupan kakek ini sangat monoton. Dia hanya mengasah pisau, menerima imbalan, membersihkan dan merawat surau, beribadah di surau, dan bekerja hanya untuk keperluannya sendiri. Hasil pekerjaannya itu tidak untuk orang lain, apalagi untuk anak dan istrinya yang tidak pernah terpikirkan. Suatu ketika datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu. Ajo sidi adalah seorang pembual yang datang kepada kakek penjaga surau sebelum kakek penjaga surau itu meninggal. Lalu, keduanya terlibat dalam sebuah perbincangan. Pada perbincangan itu, Ajo sidi mengisahkan tentang kejadian Haji Saleh di akhirat ketika dia dimasukkan ke dalam neraka. Haji Saleh tidak menerimanya karena Haji Saleh merasa dia adalah seorang yang rajin beribadah. Tak sekalipun Haji Saleh meninggalkan kewajiban Tuhan. Bahkan setiap waktunya hanya untuk menyembah Tuhan. Kemudian Haji Saleh datang menuntut kepada Tuhan atas semua apa yang dia kerjakan. Ternyata apa yang dikerjakan itu justru salah. Haji Saleh tidak seharusnya hanya mementingkan dirinya sendiri untuk beribadah dan sembahyang setiap waktunya demi masuk surga dan melupakan kewajibannya kepada anak dan isrtinya sehingga jatuh dalam kemelaratan. Itu yang membuat Haji Saleh dimasukkan ke dalam neraka. Padahal di dunia ini hidup berkaum, bersaudara, tetapi Haji Saleh tidak memedulikan mereka sedikit pun. Sepulangnya berbincang dengan Ajo Sidi, penjaga surau itu murung, sedih, dan kesal. Dia merasakan apa yang diceritakan Ajo Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya. Dia memang tidak pernah mengingat anak dan istrinya, tetapi dia pun tidak pernah memikirkan hidupnya sendiri sebab memang tak ingin kaya atau membuat rumah. Segala kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhan. Dia tak berusaha menyusahkan orang lain atau membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada penjaga surau begitu memikirkan hal itu dengan segala perasaannya. Akhirnya, dia tertekan dan tidak kuat memikirkan hal itu. Kemudian dia lebih memilih jalan pintas untuk menjemput kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau cukur. Kematiannya sungguh mengenaskan dan mengejutkan masyarakat sekitar. Semua orang berusaha mengurus jenazahnya dan menguburnya, kecuali satu orang saja yang tidak begitu peduli atas kematian sang kakek penjaga surau. Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua orang mengantar jenazah penjaga surau, dia tetap pergi bekerja. Ajo Sidi yang mengetahui kematian kakek hanya berpesan kepada istrinya untuk membelikan kain kafan tujuh lapis untuk kakek, lalu dia pergi bekerja. Seperti rumah yang ditinggal penghuninya, surau yang dulunya digunakan untuk beribadah itu kini hanya dipakai untuk sekadar bermain anak-anak. Tidak ada lagi panggilan adzan, sholat berjamaah, dan lantunan ayat-ayat suci Al-quran. Bahkan jika ada ibu-ibu yang membutuhkan kayu bakar, tak segan-segan mengambil salah satu bagian dari tiang-tiang surau yang mulai lapuk dan hampir roboh. Tak ada lagi yang mau peduli terhadap surau tempat beribadah itu. Itulah pemandangan yang bisa dilihat dari surau seorang kakek setelah dia meninggal. Itulah tadi sinopsis cerpen Robohnya Surau Kami karya Navis. Semoga bisa bermanfaat dan menghibur pembaca semuanya.
N7eS. 290 324 181 447 67 176 150 216 496